Senin, 10 November 2008

BAGAIMANA AGAR HRD TIDAK MENJADI “MUSUH” KARYAWAN?

http://http://batiktradisijawa.blogspot.com/2010/07/blouse-batik-abg-sn07-116a.html
Oleh : FX. Gus Setyono
Satu permasalahan yang kerap dialami seorang Manajer HRD adalah sulitnya organ-organ perusahaan membedakan tugas dan tanggung jawab HRD, dengan tugas dan tanggung jawab para manager lini. Khususnya dalam menangani persoalan-persoalan para karyawan yang notabene adalah juga anak buah para manager lini.

Pada era sebelumnya, HRD masih disebut dengan bagian Personalia. Tugasnya hampir sama dengan Biro Kepegawaian kalau di Pegawai Negeri. Semua masalah kepegawaian dari mulai absensi, cuti, penilaian karyawan, pemberian gaji, tunjangan kesehatan, pembagian bonus, bimbingan dan konsultasi (couching & counseling), pemberian sanksi terhadap pelanggaran kedisiplinan, serta seabrek tugas kepegawaian lainnya, semua Bagian Personalia yang mengurusi.

Sampai sekarang image HRD sebagai bagian Personalia masih saja melekat di banyak ang- gota organisasi perusahaan. Sehingga kalau ada kejadian pelanggaran kedisiplinan, rendahnya performance, ada karyawan yang mengundurkan diri, kekacauan penghitungan lembur, pengajuan adjustment gaji, serta keputusan-keputusan lain yang menyangkut kepegawaian, selalu diserahkan kepada HRD. HRD dijadikan tumpuan penyelesaian setiap persoalan karyawan. Seolah semua menjadi tanggung jawab Departemen HRD. Para atasan lain tinggal “cuci tangan” dan terima be- res. Mereka merasa tugasnya adalah pekerjaan dibagiannya, dan bukan menangani karyawan ber - masalah, meskipun karyawan tersebut adalah bawahannya.

Akibatnya, kesannya HRD seperti “Polisi” di perusahaan, yang tugasnya selalu mengawa-si pelanggaran-pelanggaran karyawan, dan menertibkannya. HRD juga sering dianggap “Santa Claus” yang bisa memberikan anugerah berupa kenaikan gaji. Sebaliknya bila tidak ada kenaikan gaji berarti juga “dosa” HRD. Bisa jadi HRD menjadi sasaran umpatan-umpatan atau yang lebih parah menjadi “musuh bersama”, bila ada kebijakan perusahaan yang merugikan karyawan.

Kasihan mereka yang ada di Departemen HRD. Kalau ada yang bersalah diserahkan pada dia. Padahal kalau ada penerimaan karyawan baru, para manager lini sebagai atasan minta juga dilibatkan (memutuskan) dalam proses perekrutan, tujuannya agar mereka bisa dapat anak buah yang sesuai dengan keinginannya.
Oleh sebab itu, pada konsep yang baru, HRD mesti dibedakan dengan bagian Personalia. HRD, fungsi dan tugasnya fokus pada pengembangan kamampuan dan pemberdayaan Sumber Daya manusia (SDM), bagaimana meningkatkan kontribusi SDM terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Urusan kepegawaian sehari-hari di lapangan mesti ditangani sendiri oleh para atasan pada bagian masing-masing.
Hal ini karena fungsi personalia mesti melekat di semua manager. Setiap manager memiliki tanggung jawab secara organisasi terhadap setiap bawahannya, baik mengenai pengaturan kerja (termasuk supervisi), kinerja, bimbingan dan konsultasi, attitude, termasuk dalam hal pengajuan remunerasi. Fungsi inilah yang disebut man manage (mengatur orang). Dan karena fungsi inilah maka mereka disebut manager.

Penyusunan Sistem
Pertanyaannya kemudian, apakah HRD tidak ada sama sekali fungsinya sehubungan dengan masalah kepegawaian? Jawabannya : ada. Hanya saja HRD lebih bersifat ke penyusunan sistem, sedangkan pelaksanaan di kesehariannya diserahkan (tanggung jawab dan wewenang) kepada masing-masing atasan, agar setiap atasan dapat menjalankan fungsi manajerial (man manage).

Sebagai contoh adalah soal performance review. Dalam hal penilaian, maka HRD mesti membuat sistem dan prosedur penilaian, sedangkan yang berhak memberikan penilaian adalah atasan, karena setiap hari yang tahu kinerja karyawan adalah atasannya. Juga mengenai hak cuti. Yang menyusun prosedur cuti adalah HRD, tapi yang berhak menyetujui atau tidak cuti tersebut adalah atasan.

Pengertian-pengertian yang demikian mesti disosialisasikan kepada seluruh atasan, agar mereka paham fungsi dan tanggung jawabnya sebagai manager, serta fungsi dan tanggung jawab Departemen HRD. Dengan demikian mereka tidak seenaknya saja melemparkan setiap permasalahan karyawan kepada HRD. HRD juga tidak begitu saja menjadi bulan-bulanan karyawan karena dianggap “mata-mata” atau “kaki tangan” pemilik perusahaan. HRD tidak lagi menjadi musuh. Sehingga diharapkan HRD dapat fokus pada pengembangan SDM yang ada di perusahaan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar