Rabu, 12 November 2008

HRD MESTI BERPIKIR KOMPREHENSIF


Oleh : FX. Gus Setyono


Dalam propose sebuah peraturan perusahaan, HRD perlu meminta masukan, pendapat dan ide dari bagian-bagian lain. Namun terkadang seorang HRD malah dipusingkan dengan berbagai masukan, pendapat dan ide dari berbagai departemen yang ada.

Begitu banyak masukan yang diajukan, dengan beraneka argumen yang dikemukakan. Hal ini dikarenakan masing-masing bagian memiliki dasar pemikiran (pola pikir), tolok ukur dan latarbelakang yang berbeda pula. Departemen-departemen tersebut juga mempunyai kepentingan dan agenda yang bermacam-macam. Dan itu yang bisa membuat pusing.

Bagian keuangan menyampaikan argumen atas dasar kepentingannya, yakni minimalisasi biaya. Bagian produksi sebaliknya, mereka berusaha mengajukan kepentingan mereka yang penuh dengan muatan benefit dan biaya atas setiap aktivitas dan hasil kerja. Belum lagi sales dan marketing, bagian IT, dan bagian-bagian lain yang masing-masing mempunyai kepentingan.

Perbedaan kepentingan yang ingin diakomodir menunjukkan bahwa setiap bagian dalam sebuah organisasi perusahaan juga memiliki karakter yang berbeda juga. Finance karakternya selalu berorientasi terhadap biaya, sales dan marketing berorientasi pada konsumen, produksi berorientasi pada benefit dan kelancaran tugas mereka (target produksi).

Bagaimana dengan HRD? Haruskan HRD juga memiliki sebuah karakter, sehingga menghasilkan kepentingan-kepentingan yang perlu diperjuangkan juga? Jawabnya adalah : YA!! Lalu karakter seperti apa yang mesti dimiliki seorang HRD?

Seorang HRD tidak boleh “saklek”; harus fleksibel dan mampu merangkul semua kepentingan, namun HRD tetap harus punya “karakter”. Karakter HRD adalah mampu berpola pikir di atas semua kepentingan. HRD tidak boleh berpijak hanya pada satu bagian atau kepentingan. HRD harus mampu berpikir komprehensif; untuk kepentingan perusahaan secara keseluruhan, bukan per bagian, apalagi perorangan. HRD juga harus bisa berpikir ke depan; memikirkan dampak atas suatu kebijakan atau peraturan. Dia mesti bisa memandang semua kepentingan dari sisi yang objektif.

Bila HRD berpijak pada satu kepentingan sebuah Departemen, maka peraturan yang dihasilkan juga hanya menguntungkan satu bagian. Sebaliknya, bila mampu berpikir secara komprehensif dan ke depan, maka peraturan yang dihasilkan juga untuk kebaikan dan kepentingan bersama.

Biarlah masing-masing bagian memiliki ke-khas-an dalam pola pikir dan kepentingan. Karena berkat pola pikir yang khas tersebut, mereka memiliki kompetensi di bidangnya. Sebagai HRD tidak boleh kita memaksa mereka untuk merubah pola pikir dan kepentingan (pembunuhan karakter). Sebab dengan merubah pola pikir dan kepentingan, berarti kita membuat mereka tidak lagi memiliki kompetensi di bidangnya.

Karena itu, dibutuhkan sense of art dalam mengelola manusia; dalam arti fleksibel namun berkarakter. Karakter HRD adalah berpola pikir dan berkepentingan untuk semua bagian dalam organisasi. HRD mesti memiliki ke-khas-an sendiri. Mampu berpikir yang komprehensif. Itu yang mesti dipertahankan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar