Selasa, 24 Maret 2009

Kepemimpinan 'Ala' Mafia

http://http://batiktradisijawa.blogspot.com/2010/07/blouse-batik-abg-sn07-116a.html(Psikologi Plus No.4/Oktober 2007)
Oleh : FX. Gus Setyono


Dalam sebuah forum diskusi karyawan, kami menelaah secara kritis sebuah buku berjudul Mafia Manager (“V“, 2003). Terus terang buku ini “menggelitik“ untuk dibahas bukan hanya karena judulnya yang cukup “seram“ dan pengarangnya yang terkesan penuh rahasia (namanya hanya tertulis :“V“), tetapi juga karena isinya yang ternyata menyangkut seni memimpin.

Dalam diskusi tersebut muncul perdebatan, perlukah gaya seorang pemimpin mengambil ajaran-ajaran Mafia dalam menjalankan organisasinya? Bukankah Mafia itu sebuah organisasi kejahatan, yang berarti ajaran-ajarannya juga mengarah ke dunia kriminal?

Memang, mendengar kata Mafia, perhatian kita akan tertuju pada sebuah organisasi kejahatan, dengan aksinya yang selalu mengandalkan kekerasan, kekuasaan, serta bisnis yang mengarah pada obat-obatan terlarang. Membunuh, balas dendam, dan geng tidak bisa lepas dari perilaku Mafia.

Tapi siapa sangka, kalau intisari ajaran-ajaran Mafia -- sadar atau tidak -- telah dipakai oleh para petinggi organisasi? Materinya ternyata sarat dengan filosofi dan “seni“ mempengaruhi, memotivasi dan mengatur orang. Ajaran-ajaran Mafia bisa disebut seni karena memang membutuhkan feeling atau perasaan dan kreativitas. Suatu saat tegas, keras, suatu saat lembut, memotivasi. Tidak ada aturan-aturan baku seperti teori kepemimpinan konvensional.

Dalam meraih suatu karir atau mempertahankan posisi strategis dalam organisasi, banyak yang memakai prinsip-prinsip dalam ajaran para pemimpin Mafia. Ajaran Mafia sangat menarik dan inspiratif. Namun diperlukan kecerdasan, kejelian dan kreativitas untuk mengimplementasikannya. Filosofinya sangat berguna, penuh dengan strategi kepemimpinan yang sesuai diterapkan di zaman apapun. Ajarannya mirip Sun Tzu, yang banyak direkomendasi para pelaku bisnis.

Menyangkut etika berorganisasi misalnya, senioritas menjadi unsur penting dalam pengembangan karir. Para Mafia menekankan, bahwa meniti karir tidak boleh dengan cara instan, tapi mesti dari bawah, “Untuk mendapatkan jabatan atau kedudukan, seseorang harus merangkak dari bawah ke atas. Dia yang ingin memetik buahnya memang harus mendaki.“ Mereka mengajarkan kepada yang masih “hijau“ dalam organisasi, etikanya sebelum memegang sebuah komando setiap anggota harus belajar patuh, berjuang untuk berprestasi. Kejujuran juga menjadi pertimbangan etis dalam organisasi Mafia. Dalam berinteraksi kejujuran harus dikedepankan. Bagi Mafia, hal terpenting dalam hubungan bisnis ialah reputasi akan kejujuran.

Selain kejujuran, solidaritas dan kesetiaan merupakan etika yang harus dijaga antar anggota organisasi. Dalam organisasi bisnis modern, solidaritas dan kesetiaan dapat diartikan menjadi kebersamaan, loyalitas serta sense of belonging atau rasa memiliki terhadap perusahaan. Menyangkut solidaritas dan kesetiaan ini Mafia tidak ada toleransi, bila melanggar hukumannya adalah :“disingkirkan“!

Strategi (atau trik?) dalam berbisnis juga diajarkan para petinggi Mafia. “Untuk bertahan hidup, bersabarlah, pasang mata, pasang telinga dan jangan banyak omong,“ begitu nasihat mereka agar bisa survive. Supaya menang dalam kompetisi melawan pesaing disarankan, “bersabarlah, bertahan hidup, mengatur rencana dan menyerang dengan cepat.“

Terhadap mitra bisnis Mafia punya strategi sebagai berikut, “Jalankan bisnis dengan orang asing seakan-akan mereka adalah saudara, dan jalankan bisnis dengan saudara seakan-akan mereka adalah orang asing.“ Apakah cara ini efektif? Yang pasti bahwa banyak pelaku bisnis menerapkan strategi tersebut buat mengecoh lawan.

Strategi Organisasi
Menyangkut manajerial juga menjadi perhatian organisasi Mafia. Sebagai contoh adalah efisiensi. Setelah disesuaikan dengan organisasi perusahaan, efisiensi operational cost dapat diilustrasikan sebagai berikut, “Kalau diangkat sebagai kepala cabang dimana kamu diminta membereskan sebuah unit pemasaran yang dipenuhi orang-orang tidak berguna, tugas utamamu adalah mengusahakan kepergian mereka dengan sukarela.“ Efisiensi waktu juga ditekankan. Namun dianjurkan penerapan efisiensi jangan diidentikkan dengan penetapan kegiatan-kegiatan rutin secara kaku. Mafia punya nasihat bijaksana, “Hal terbaik untuk diinvestasikan adalah waktumu. Manajemen waktu yang efektif berarti mendapatkan hasil sebesar-besarnya dari setiap menit yang kamu gunakan untuk bekerja. Bekerjalah dengan cerdik dan cerdas, bukan lebih keras.“

Bagaimana dengan prinsip kepemimpinan? Mafia punya dalil-dalil yang cukup lengkap. Mulai dari memilih anak buah disarankan, “Jangan sekali-kali menggunakan bawahan yang belum pernah belajar patuh, betapapun kompeten dia.“ Setelah mendapatkan anak buah dinasihatkan, “Jangan sekali-kali mengajarkan semua jurus tipu dayamu pada para prajuritmu, kalau tidak senjata bisa makan tuan.“ Masih banyak lagi berbagai nasihat bagi para pemimpin atau atasan dalam mengatur bawahannya. Yang mereka garisbawahi adalah, dalam hal pengaturan masalah manusia, jangan sekali-kali mengharapkan nalar dan logika.

Dalam dunia bisnis, spekulasi juga tidak diharamkan oleh para Mafia. Hal itu terlihat dari ajaran bahwa orang yang memiliki keberanian besar untuk mengambil keputusam dengan gerakan dan saat yang tepat, pasti melejit ke atas, tetapi yang takut berarti mati. Karena itu, jangan pernah menjadi karyawan yang ’biasa-biasa saja’, karena kesempatan untuk naik karir akan kecil. Untuk bisa menjadi “di atas“ dalam sebuah perusahaan seorang karyawan harus menjadi ’luar biasa’. Berani mengambil tanggung jawab dan keputusan yang besar dalam setiap kesempatan. Pasti risikonya juga tidak kecil, tapi itulah yang dituntut sebuah organisasi (terutama perusahaan) bagi para pemimpinnya.

Kembali ke pertanyaan apakah layak, etis, dan bisa, ajaran-ajaran tersebut diterapkan para pelaku organisasi dalam era kompetisi global dan modern? Jawabannya tergantung dari para pembaca. Kami yang tergabung dalam kelompok diskusi sepakat menyimpulkan : layak, etis dan bisa, selama kita mampu mengambil dan “mengolah“ dengan benar semua intisari ajarannya. Jika bisa menerapkan, ajaran para Mafia banyak membantu kita menjadi seorang pemimpin atau atasan dalam sebuah organisasi.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar